Pamela J. Shoemarker dan
Stephen Reese (1996) ,menyebutkan berbagai faktor yang secara hirarkis dapat
mempengaruhi isi media. Faktor tersebut secara skematis adalah:
1.
Faktor Individu
Wartawan
atau jurnalis merupakan orang yang terkait langsung sebuah realita yang akan
dilaporkannya. Tahap ini sangat di pengaruhi oleh faktor pendidikan,
pengalaman, kesukuan, agama, jender dan sikap individu terhadap peristiwa yang
akan dilaporkannya.
2.
Faktor Rutinitas Media
Setiap
media biasanya berbeda dalam menentukan suatu berita. Ukuran layak tidaknya
suatu berita yang dapat dipublikasikan, biasanya, ditentukan oleh rutinitas
sehari-hari dan menjadi prosedur standard, seperti rapat rdaksi.
Menurut
rutinias dan kebiasaannya, penentuan lead ditentukan oleh reporter yang meliput
langsung sebuah peristiwa. Redaksi hanya menilai apakah lead tersebut sesuai
tidak dengan isi berita. Standar rutinitas media radio tentu akan berbeda
dengan standar rutinitas media cetak atau media televisi.
3.
Faktor Organisasi Media
Sebuah
organisasi, media massa tentu saja memiliki tujuan. Dan tujuan tersebut
seringkali memberi pengaruh pasa isi berita. Pengelola media dan wartawan
bukanlah satu-satunya yang paling menentukan isi berita. Mereka hanya pekerja
media yang terkadang harus patuh pada aturan perusahaan media. Karena itu,
dalam level organisasi, biasanya terjadi dialektika mikro antara kepentingan
perusahaan dan idealisme jurnalis.
4.
Faktor Ekstramedia
Faktor
ini menjelaskan faktor-faktor luar media yang mempengaruhi proses produksi
berita.
Pertama,
state. Intervensi kekuatan negara terhadap industri media dapat dirasakan
kekentalan aromanya pada masa pemerintahan orde baru. Saat ini pasca tumbangnya
orde baru memeang tampak terjadi perubahan mendasar terhadap proses
demokratisasi dan liberalisasi media dalam menyajikan berita.
Kedua,
market. Jatuhnya rezim orde baru dapat dikatakan menjadi titik balik bagi
peralihan state regulation pada market regulation. Pada masa berkuasanya orde
baru, kehidupan media massa sangat tersiksa oleh adanya peraturan SIUP yang
dijadikan alat bagi negara untuk mengontrol sekaligus memasung ke bebasan pers.
Ketiga,
publik. Publik merupakan celah ruang yang dihampit oleh otoritas state dan
dominasi market. Tanpa sadar, beberapa media memberi porsi yang lebih besar
pada pemerintah (TNI) dibanding rakyat Aceh dalam tampilan pmberitaannya. Hal
tersebut tentu akan memberikan kesempatan yang luas bagi pemerintahan untuk
mendefinisikan konflik aceh secara sepihak. Sedangkan dominasi market memandang
media sebagai alat usaha mengakumulasikan modal bagi peroleha kapital yang
besar.
5.
Faktor Ideologi
Ideologi
disini diartikan sebagai kerangka berfikir atau kerangka referensi tertentu
yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka
menghadapinya. Ideologi bersifat abstrak. Ia berhubungan dengan konsepsi atau
posisi seseorang dalam menafsirkan realitas. Hayek mendefinisikan ini dalam
terimonologi ekonomi sebagai kebebasan untuk mencapai kepentingan pribadi tanpa
adanya pembatasan politik. Marxis dan sosialis, menyatakan kebebasan dalam
terminologi politik yang dideinisikan sebagai adanya dukungan atas intervensi
politik pada kerja pasar untuk membebaskan mayoritas dari keterbatasan.
Kontradiksi
dapat terpecahkan pabila ada dua hal. Yaitu oertama, formasi sosial dibentuk
oleh pembagian kerja yang ampu melakukan alokasi pembagian keputusan melintasi
sektor-sektor produktif manusia. Kedua, terdapat sejumlah keputusan sosal yang
tidak dapat dilakukan oleh masyarakat demokratis manapun, tetapi oleh mekanisme
pasar untuk menyelesaikannya.
Menempatkan
publik dalam ruang sempit dan terisolasi dari konflik akan mengalami
deligitimasi sosial bila suatu saat terjadi negosiasi antas konflik tersebut.
Dan pada gilirannyam suatu konflik selesai, namun akan muncul konflik lain
berikutnya. Media yang menyajikan konflik cenderung bukan sebagai realitas
sosial, tetapi sebagai komoditas sosial.komersialisasi konstruksi sosial
konflik tersebut mncul sebagai dampak bergesernya regulasi penyiaran dari ate
pada market.
Padahal dalam konflik tersebut ada
kepentingan publik yang seharusnya dibela oleh media, karena media penyiaran
telah menggunakan frekuensi sebagai fasilitas publik. Karena itu, media penyiaran
memliki mayoritas yang penuh dan lebih efektif mengunsung agenda publik. Selain
itu, media dipandang paling efektif merekonstruksikan realitas untuk membentuk
dan menggiringi opini publik.
Suatu hal yang paling untuk
diketengahkan dalam masalah ini adalah faktor psikologis dari jurnalis atau
wartawan yang meliputi konflik. Latar paling menentukan bagaimana media
mendefinisikan masalah atau realitas sosial dalam setting konflik.
Bertugas bukan hanya menampilkan
gambar atau berita menurut seleranya saja, tetapi harus berhasil menemukan
gambar atau berita yang diinginkan pleh publik. Salah dalam mengambil gambar
atau berita dalam setting konflik, maka akan berdampak pada kesalahan
pemberitaan opini publik.
Ada tiga frame naratif yang
digunakan sebanyak 30% dari seluruh berita, sua kali lebih banyak daripada
straight news:
·
Konflik
·
Pemenang dan yang kalah
·
Mengungkapkan kesalahan
Kesalahan yang sering dilakukan media dalam
pemberitaan konflik
Biasanya bermula dari
kesalahn mengirimkan reporternya ke medan konflik.
Sebab, pada dasarnya media terutama media
siaran, ibarat botol kosog transparan yang dapat diisi oleh benda cair
apapun.sementara reporter nagaikan ceret yang menyuplai benda cair ke dalam
gelas. Apapun benda cair yang dituangkan ke dalam botol transparan, botol itu
tidak dapat menolaknya.
B. Framing Berita Konflik dalam Media
Konsep
media framing adalah penggambaran terhadap peran jurnalis yang cenderung
menceritakan suatu event dalah satu cara yang konsisten, apapun situasinya.
Sementara secara luas, media frame merupakan pola tetap suatu pilihan, tidak
berat, dan pengurangan yang menawari interpretasi suatu event. Mudai dari
tahapan pencarian peliputan yang mencakup materi apa saja yang akan diliput,
tahapan peliputan yang mencakup pengambilan gambar dan penggunaan narasumber
dan tahapan pemberitaan yang mencakup editting suatu berita yang akan disajikan
oleh media yang bersangkutan. Pada tahapan terakhir, biasanya berlaku teori
yang bisa disebut gatekeeper.
Menujukkan
enam kemungkinan yang bisa dilakukan oleh media tatkala mengajukan realitas:
1. Sebagai
jendela. Media membuka cakrawala dan menyajikan realitas dalam berita yang apa
adanya.
2. Sebagai
cermin. Media merupakan pantulan dari berbagai peristiwa.
3. Sebagai
filter atau penjaga gawang. Media menyelesaikan raitas sebelum disajikan pada
khalayak. Realitas disajikan tidak utuh lagi.
4. Sebagai
penunjuk arah, pembimbing atau penerjemah.media mengkonstruksi realitas sesuai
dengan kebutuhan khalayak.
5. Sebagai
forum atau kesepakatan bersama. Media menjadikan realitas sebagai bahan
diskusi. Untuk sampai pada tingkat realitas inter-subjektif, realitas diangkat
menjadi bahan perdebatan.
6. Sebagai
tabir atau penghalang. Media memisahkan khalayak dari realitas sebenarnya.
Bagian Alur Proses Konstruksi Realitas
Konsep
konstruksi realitas merujuk pada konsep yang digunakan Barger dan Luckman untuk
menggambarkan proses di mana melalui tindakan dan interaksinya, manusia
menciptakan secara terus-menerus suatu kenyataan yang dimiliki secara bersamaan
dan yang dialami secara faktual objektif serta penuh arti secara subjektif.
C. Agenda Setting Media
Agenda
Setting menggambarkan pengaruh media yang sangat kuat kemampuan untuk
mengatakan kepada kita mengenai isu apa yang penting. Bernard Cohen menyatakan
“Media mungkin tidak selalu berhasil untuk menentukan apa yang dipikirkan
nasyarakat, tetapi secara mengejutkan berhasil menentukan apa yang dipikirkan
pembacanya.”
Teori
Agenda Setting sendiri diilhami oleh Walter Lippmann yang dalam bukunya Public
Opinion mengemukakan bahwa masyarakat tidak mungkin melakukan deal dengan
lingkungan mereka sebagai mana mereka merespon suatu gambar di dalam kepala
mereka.
Menurut
Brud, terdapat beberapa catatan penting bauat penelitian angenda setting selama
ini, yaitu:
· Bersifat empiris dan hati-hati serta selektif
dan terbuka pada beragam metode dan sidiplin yang berbeda.
· Terlalu terpusat pada media
· Terlalu banyak mendasarkan pada model garis
pertemuan produksi dan pembentuk pendapat publik
· Menggunakan media massa sebagai mesin
pendidikan raksasa yang efektif untuk mensosialisasikan pada publik untuk
meneriba kebijakan yang dibuat oleh jurnalis
· Menganggap
publik sebagai individu atomistik
· Komunikasi
dilihat sebagai transmisi dari isis obyektif yang tampak dari sumber ke penerima
· Mempunyai
asumsi yang tidak menantang mengenai publik unum yang dianggap memiliki
kepentingan publik yang umum atau agenda yang dapat diimplementasikan
· Pada masa depan agenda setting dapat
menjangkau secara luas
penggunaan
metodologi yang akan memperkaya studi komunikasi dari sudut pandang
aktor yang diobservasi.
McCombs dan Shaw menguji dasar teori agenda
setting.
·
Mereka menemukan bahwa media berita yang
besar lebih tertarik melaporkan analisa kampanye setiap kandidat debat isu
politik.
·
Lebih jauh, media massa memperngaruhi
penilaian pemilih mengenai apa yang mereka pikir isu utama suatu kampanye.
Framing berita dan agenda setting dapat
mengurangi usaha untuk menyelesaikan konflik.
·
Media cenderung untuk membingkai konflik
sebagai pertempuran
·
Hal ini memaksa pembaca untuk memahami
konflik sebagai hasil dari kurangnya solusi
·
Hal ini dapat menghasilkan rasa keputusasaan
yang dapat mengarah pada balas dendam
D. Konflik dan Jurnalisme Damai
Konflik
secara umum bersifat luas dan beragam macam latarbelakangnya. Setting konflik
dengan menggunakan kekerasan, setidaknya seorang wartawan perlu memperhatikan
hal sebagai berikut:
1. Teori-teori
konflik
2. News
frame dan agenda setting
3. Stratego
membingkai konflik yang resolutif
4. Identifikasi
strategi meliput konflik dengan cara menghindari konflik
Civil society memiliki elmen antara lain:
·
Voluntary Membership in Organization
Salam tatanan civil sociality, kedudukan
masyarakat di mata negada adalah sama dan diberi peluang yang berata untuk
secara bebas menghimpun diri dalam suatu organisasi.
·
Social Choice
Efek dari kebebasan berpartisipasi dalam
organisasi masyarakat sebagai penguatan body sociaty, maka setiap orang bebas
memilih unuk berafiliasi secara bebas.
·
Pluralisme
Dalam pluralisme perbedaan bukan hanya diakui
tetapi dihargai. Kita harus menghargai perbedaan tersebut sebagai inti kekuatan
kebersamaan.
·
Social Regulation
Harus ada aturan main yang menjadi rambu bagi
dinamika sosial yang harus dipatuhi bersama.
Civil
Jurnalism merupakan bagian dari konsep lain masyarakat madani. Yaitu suatu ide
supaya masyarakat madani terbentuk dan dapat disebut sebagai pinsip demokrasi.
Ide civic journlism dimaksudkan untuk menyajikan dan memeperkuat ide-ide
demokrasi.
E. Strategi Meliput Konflik: Pendekatan
Jurnalisme Damai.
Ada
suatu keyakinan, terutama di negara yang menggunakan bahasa Inggris, bahwa
jurnalis hanya melaporkan fakta.
Maka
pernyataan bahwa jurnalis b]hanya melaporkan fakta adalah tidak lengkap, dan
pada beberapa kasus, penilaian tidak akurat mengenai peran jurnalis.
Dalam
arti kata jurnalisme damai adalah cara membingkai berita yang lebih uas,
seimbang, dan akurat, menggambarkan di balik analisa dan transformasi konflik.
Jurnalisme damai membuka literasi non-kekerasan dan kereativitas yang diaplikasikan
pada kerja praktis pelapoan yang dilakukan setiap hari.
Apa yang diperjuangkan jurnalis damai:
1. Hindari
menggambarkan konflik sebagai dua pihak yang memperebutian suatu tujuan.
2. Hindari
menerima perbedaan antara diri sendiri dan orang lain.
3. Hindari
memperlakukan konflik sebagai sesuatu yang hanya terjadi di tempat dan waktu di
mana kekerasan terjadi.
Secara luas, ada dua
pendekatan terhadap konflik yaitu komperatif dan kooperatif.
Pendekatan komperatif:
-
Berbagai pihak saling melawan
-
Terdapat hubungan yang lemah antar setiap
pihak
-
Terdapat derajat kepercayaan yang rendah
-
Memberikan hasil nol
-
Berakhir dengan penyelesaian antar pihak
Pendekatan kooperatif:
-
Setiap pihak bekerja bersama untuk
menyelesaikan persoalan
-
Menciptakan tingkat komunikasi yang tinggi
dan memperbaiki hubungan
-
Menghasilkan kepercayaan yang meningkat
-
Kedua belah pihak mendapat hasil positif
-
Mengarah pada resolusi dan transformasi
Jurnalisme damai melahirkan
berita damai yag ditandai oleh:
-
Mendalami konflik dengan pandangan “menang-menang”
-
Tidak menekankan pada efek nyata kekerasan
-
Empati untuk semua pihak
-
Profokatif untuk mencari cara mengurangi
kekerasan
-
Berorientasi pada solusi
Semetara jurnalisme
Tradisional melahirkan berita:
-
Berfokus pada konflik dan perseteruan kedua
pihak
-
Menekankan pada oembunuhan, luka, dan
kerusakan
-
Menggunakan perspektif “kami”
-
Reaktif menunggu kekerasan terjadi
-
Berorientasi pada “menang-kalah”
F. Etika dalam Liputan
Konflik
- Menghormati kebearan,
walau apapun konsekuensi bagi dirinya, karena hak publik untuk mendapat
kebenaran
- melaporkan berdasar fakta
yang ia ketahui, tidak mengurangi informasi penting atau mengubah teks atau
dokumen.
·
Melaporkan dari daerah konflik:
-
Isu praktisi hindari penyederhanaan yang
terlalu banyak
-
Hindari membingkai konflik sebagai dua pihak
yang berlawanan
-
Pelajari posisi kompleks yang diambil oleh
kelompok-kelompok dalam pihak yang berlawanan
-
Dengan pendekatan ini, akan muncul
kemungkinan resolusi yang lebih luas
·
Perhitungkan implikasi lebih luas dari cerita
anda, ajukan pertanyaan:
-
Siapakah orang-orang yang dipertaruhkan dari
hasil konflik ini?
-
Pelajaran apa yang diambil pendengar atau
pemirsa dari melihat event tersebut secarakeseluruhan sebagi bagian dari
ausiens global?
-
Bagaimana anggta audiens mempengaruhi aksi
yang didalam pihak yang terlibat bagi masa depan konflik?
·
Jangan membatasi penilaian anda mengenai aksi
kekerasan atau kebijakan kekerasan pada efek yang tampak
·
Hindari memfokuskan pada perbedaan antar
kedua pihak
·
Hati-hati dalam melaporkan kekerasan
·
Kata-kata sangat berpengaruh dalam konflik
·
Hati-hati ketika mengutip narasumber
·
Rekomendasi reporter tanpa batas daerah untuk
bekerja di daerah konflik
·
Rekomendasi daru center for jurnalism dan
trauma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar