Pada Febuari lalu Menkominfo
berdasarkan arahan Presiden dan Wapres menyatakan akan membelokir situs-situs
porno/ ini merupakan niat baik pemerintah untuk melindungi warga dari
pornografi san berbagai penyalahgunaan internet lain seperti penipuan dan
pembobolan melalui transaksi elektronik, serta lainnya.
Tapi yang lebih “seks” dari kacamata
pers dan masyarakat adalah masalah pornogtafi, sehingga yang mencuat ya pro
kontra tentang pemblokiran situs porno. Bahkan ada pemikiran seolah0olah
undang-undang ini dibuat untuk membelokir situs-situs porno. Bahkan ada
pemikiran seolah-olah undang-undang ini dibuat untuk membelokir situs-situs
porno. Padahal sebenarnya di undang-undang ini hanya ada satu pasal yang
bersinggungan dengan situs porno, yaitu pasal 27 yang mengatur tentang
pelanggaran asusila.
Kami bersyukur dengan kemunculan
pro-kontra tentang pembelokian porno, yang akhirnya memancing perhatian
masyarakat untuk ingin lebih tahu undang-undang tersebut. Karena masalah
pembelokiran situs porno mencuat, amaka akhirnya ada penjelasan, dan masyarakat
paham bahwa ternyata undang-undang tersebut penting bagi kehidupan yang semakin
canggih ini. Kami menilai walaupun yang mencuat hanya pro-kontra soal
pembelokiran situs porno, namun itu juga mengangkat undang-undang ini juga.
Meskipun demikian, ada juga yang mengatakan hal ini justru melemahlan tujuan
sosialisasi undang-undang ITE.
Ada dua hal yang harus dilakukan
pemerintah, yaitu yang bersifat teknis dan nonteknis. Yang nonteknis sudah kuat
dasar hukumnya. Itu harus didukung juga dengan sosialisasi, edukasi dan
sebagainya. Dan yang perlu dipahami adalah dalam pasal 27 itu logikanya sama
denga Kitab Undang-undang Hukum Pidana(KUHP). Yang menyebarluaskan
materi-materi porno secara tak bertanggung jawab seperti menyebar foto artis
ganti pakaian dan kasus-kasus yang baru saja muncul karena kisengan dan bukan
dinikmati untuk diri sendiri. Kami tetap menyatakan bahwa hak akses pribadi
harus dilindungi. Berbicra faktor teknis, ada sisi hulu dan hilir. Berbicara
hulu, maka niatnya Internet Service Provider (ISP) akan diberi filter semacam
Firewall sehingga pasti segala sesuatu mudah dicekal kecuali rekan-rekan kita
mendownstream langsung dai luar negri elalui warnet. Tindakan ini dikenal
dengan spanyol atau separo nyolong. Karena langsung mengambil dari luar, maka
itu sulit diblok, karena hukunya kan tidak sama. Jadi ibartnya seperti kita
ingin menonton televisi yang ada siaran pornonya dari luar negri, maka kita
akan memakai antena parabola. Karena di hulu ternyata masih ada celah, maka
blokir dilakukan di hilir. Maka dibuatlah software untuk diaplikasikan ke
komputer-komputer kita. Berbicara mengenai masalah hulu dan hilir juga tidak
mudah dan murah.
Satu
syaratnya pemerintahan haus mempunyai akses yang lebih murah dibandingkan
warnet-warnat yang spanyol. Pemerintah harus memurahkan tarif akses internet
agar masyarakat mau pindah. Kalau tidak mana mau mereka pindah ke hulu milik
pemerintah. Kasus ini sebenarnya seperti saat kita menyikapi kemarakan VCD
original yang masih mahal pasti akan sulit memerangi VCD bajakan. Mengenai
masalah hilir memang ada yang menggembiakan dengan keterlibatan turut Institut
Teknologi Surabaya, Universitas Gajah Mada, Universitas Indonesia dan Institut Teknologi
Bandung untuk membuat software penangkal pornografi. Pertanyaannya siapa ang
membiayai riset ini, juga membelinya serta memperbanyaknya. Jawabannya
pemerintah kah? Kami tidak ingin pemerintah tidak sungguh-sungguh dalam hal
ini. Jujur kalau kita tanya kesiapan pemerintah, maka paling hanya mentri
teknologi saja yg berani jawab, yang lain tidak berani dan memilih diam.
Ada data
yang menyesakkan dada kita. Lembaga riset TI luar negri yang bernama Clearcommerce pada 2002 meletakkan Indonesia
pada posisi nomor dua dalam hal kejahatan di dunia mayam setelah Ukraina.
Menurut mereka kita no dua terjahat termasuk dalam hal ini soal hacker. Di
negri inim kita tahu keisengan, termasuk dalam dunia maya dianggap biasa,
karena memang sebelumnya belum ada aturan yang mengatur. Belum ada semangat
untuk bersama memerangi. Ini mungkin ungkapan lebih tepat daripada mengatakan
mereka sudah pada tarif canggih.
Barkaitan dengan kenakalan dan keisengan, baru-baru ini kita melihat
sebuah peristiwa, anak usia 9 tahun yang menghabiskan uang orang tuanya yang
begitu banyak untuk berselancar. Dan karena itu uang orangtuanya sendiri, maka
sepertinya masyarakat dan media massa tidak menyatakan anak itu melalukan
kesalahn besar dan fatal. Mengapa saat peristiwa itu terjadi perhatian tidak
ada pendidikan atau psikologi anak yang dimintai pendapat? Baru setelah mereda
saja mereka dimintai keterangan. Padahal repot-repot mencari ternyata anaknya
hanya dalam dan menghambur-hamburkanuang orangtuanya. Barkaitan dengan
kenakalan dan keisengan, baru-baru ini kita melihat sebuah peristiwa, ada anak
usia 9 tahun yang menghabiskan uang orangtuanya yang sebegitu banyak untuk
berselancar. Dan karena itu uang orangtuanya sendiri, maka sepertinya
masyarakat dan media masa tidak menyatakan anak itu melakukan kesalahan besar
dan fatal. Mengapa saat peristiwa itu jadi perhatian tidak ada pakar pendidikan
atau psikologi anak yang dimintai pendapat? Baru setelah mereda saja mereka
dimintai keterangan. Padahal ulah anak itu sudah merepotkan banyak pihak
termasuk polisi yang sudah repot-repot mencari ternyata anaknya hanya dolan dan
menghambur-hamburkan uang orangtuanya. Soal hacker kami masih belum
memperakukan atau memosisikan dengan tepat.
Di
Indonesia hacker diseminarkan melalui road show ke beberapa kota
besar, bahkan juga dikompetisikan. Pemenang kompetisi hacker akan mendapatkan
sebuah laptop. Dia dinyatakan menang kalau berhasil merusak situs
sebanyak-banyaknya. Coba kita lihat komentar-komentar yang muncul saat situs
Depkominfo dan Golkar dirusak. Yang muncul adalah komentar-komentar yang tidak
pernah menyalahkan para hacker itu. Malah membodoh-bodohkan mereka yang menjadi
korban. Sikap mereka malah menghidupkan semangat para hacker. Saya pernah mengkritik
para blogger yang mendukung hacker, mereka lalu marah dan bereaksi dan
menyatakan mereka jangan disamakan dengan hacker. Pikir saya kena kau,
artinya niat saya untuk menyatakan bahwa hacker adalah salah, mendapat
dukungan, karena blogger tidak mau disamakan. Saya ingin memosisikan hacker
dengan tepat. Jangan sampai mereka malah dilindungi, dan aksi-aksinya malah
dipuji.
Banyak
negara yang telah mencekal situs pornografi secara umum dengan level yang
berbeda-beda. Kalau yang sifatnya child pornografi Amerika Serikat juga
melakukan pemblokiran . Prancis justru akhirnya melarang pornografi dunia maya,
walaupun sex shop di negara tersebut banyak sekali. China dan Malaysia juga
telah lama melakukan. China dan Malaysia melakukan kontrol yang ketat dengan
dilewatkan satu hulu. Mereka juga tidak perlu ribut-ribut membicarakan ke
publik langkah pemblokiran situs porno itu. Rakyat mereka tahu ketika ingin
membuka situs porno.. lho kok nggak bisa lagi ya. Nah di sini masalah
penyadapan telepon tersangka korupsi saja menimbulkan pro kontra karena dibuka
dulu ke publik. Coba kalau diterapkan secara diam-diam, maka tidak serumit itu.
Yang patut di contoh adalah Inggris. Di Inggris sebelum telepon genggamn masuk,
Scotlandyard meminta pemerintah untuk membuka akses teknologi. Dengan demikian
mereka tahu seluk-beluk dan bisa menyadapnya. Langkah ini ditujukan untuk
melindungi warga negara. Malaysia juga
begitu, bahkan caranya lebih menarik. Mahathir membuka akses internet yang
murah tapi cuma satu saja, sehingga semua orang ke situ, dan jadi mudah dikontrol.
Di Indonesia hal-hal yang dinilai
mengekang atau dibatasi atau dikontrol langsung ditentang. Padahal di balik
pembatasan itu ada kepentingan yang lebih besar misalnya keamanan negara dan
warganya. Menyadarkan hal ini jadi sulit karena sebelumnya kita sudah telanjur
dilepas. Berbeda dari Malaysia dan China. Pemblokiran situs porno langsung
mendapat reaksi keras, ya karena sebelumnya kita diberi keleluasaan terkiat
pornografi dunia maya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar